


Keutamaan dan Amalan Dzulhijjah
Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207)
Makmur Hidayat M.Pd.
6/12/202416 min read


Amalan Dzulhijjah
1. Dzulhijjah adalah bulan haram
Sebentar lagi musim haji akan tiba. Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan yang dimuliakan di dalam Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi kalian semuanya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. At Taubah: 36)
Disebut dengan bulan haram karena pada bulan tersebut diharamkan maksiat dengan keras, begitu pula pembunuhan. Demikian kata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam kitab beliau Taisir Al Karimir Rahman.
Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207)[1]
2. Apa yang di maksud bulan haram ?
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الزَّمَانُ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَةِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Sesungguhnya waktu itu berputar sebagaimana keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun ada 12 bulan. Di antara bulan-bulan tersebut ada 4 bulan yang haram (berperang di dalamnya – pen). 3 bulan berturut-turut, yaitu: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Al Muharram, (dan yang terakhir –pen) Rajab Mudhar, yaitu bulan di antara bulan Jumaada dan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari 4054 lidwa)
3. Di dalam bulan Dzulhijjah ada hari-hari yang dipilih oleh Allah sebagai hari-hari terbaik sepanjang tahun.
Allah berfirman:
والفجر وليال عشر
“Demi fajar, dan malam yang sepuluh” (Qs. Al Fajr: 1-2)
Yang rajih (kuat) adalah pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Hal ini berdasarkan atas 2 hal sebagai berikut:
Hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dari Jabir radhiyallaahu ‘anhuma
إِنَّ الْعَشْرَ عَشْرُ الْأَضْحَى وَالْوَتْرَ يَوْمُ عَرَفَةَ وَالشَّفْعَ يَوْمُ النَّحْرِ
“Sesungguhnya yang dimaksud dengan 10 itu adalah 10 bulan Al Adh-ha (bulan Dzulhijjah –pen), dan yang dimaksud dengan “ganjil” adalah hari Arafah, dan yang dimaksud dengan “genap” adalah hari raya Idul Adh-ha. (HR. Ahmad 13987 LIdwa, An-Nasaa’i, hadits ini dinilai shahih oleh Al-Haakim dan penilaiannya disepakati oleh Adz-Dzahabi)
4. Keutamaan-keutamaan bulan Dzulhijjah
4.1 Hari yang paling di cintai Allah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلًا خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
“Tidak ada hari yang amal shalih lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari yang sepuluh ini (10 awal Dzulhijjah –pen).” Para sahabat bertanya: “Apakah lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah ?” Beliau bersabda, “Iya. Lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah, kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan harta dan jiwa raganya kemudian dia tidak pernah kembali lagi (mati syahid –pen).”[2]
4.2 Islam disempurnakan oleh Allah pada bulan Dzulhijjah
Allah berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku telah meridhai Islam itu agama bagi kalian.” (Qs. Al Maidah: 3)
Para ulama sepakat bahwa ayat itu turun di bulan Dzulhijjah saat haji wada’ di hari Arafah.
قَالَتْ الْيَهُودُ لِعُمَرَ لَوْ عَلَيْنَا مَعْشَرَ يَهُودَ نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةَ
{ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمْ الْإِسْلَامَ دِينًا }
Orang-orang Yahudi berkata kepada Umar: Andaikan kami, kaum Yahudi, diturunkan ayat ini, "Pada hari Ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu." (Al-Ma`idah: 3)
نَعْلَمُ الْيَوْمَ الَّذِي أُنْزِلَتْ فِيهِ لَاتَّخَذْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ عِيدًا
kami mengetahui hari diturunkannya ayat itu pasti kami jadikan hari itu sebagai hari raya.
قَالَ فَقَالَ عُمَرُ فَقَدْ عَلِمْتُ الْيَوْمَ الَّذِي أُنْزِلَتْ فِيهِ وَالسَّاعَةَ وَأَيْنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ نَزَلَتْ نَزَلَتْ لَيْلَةَ جَمْعٍ وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَاتٍ
Umar berkata, Aku tahu hari dan saat turunnya ayat itu serta dimana Rasulullah ﷺ saat ayat itu turun, ayat itu turun pada malam perkumpulkan saat kami bersama Rasulullah ﷺ di Arafah.[3]
5. Amalan-amalan di bulan Dzulhijjah
5.1 Dzikir
Allah berfirman:
لِّيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْلُوْمٰتٍ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۚ فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْبَاۤىِٕسَ الْفَقِيْرَ ۖ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan…” (Qs. Al Hajj: 28)
Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Hari-hari yang telah ditentukan adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.”
Berdzikir yang lebih diutamakan di hari-hari yang sepuluh ini adalah memperbanyak takbir, tahlil dan tahmid.
Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ
“Maka perbanyaklah di hari-hari tersebut dengan tahlil, takbir, dan tahmid.” [4] (HR. Ahmad 5879 Lidwa, Shahih)
Namun ada rawi bernama yazid bin abi ziyad, para ulama (yahya bin ma’in, annasai, ibnu hatim) mengatakan tentangnya laisa bi qawi, hadits ini tidak sampai derajat mungkar
Dan di kuatkan dengan hadits dalam shahih muslim
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ الثَّقَفِيِّ
أَنَّهُ سَأَلَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ وَهُمَا غَادِيَانِ مِنْ مِنًى إِلَى عَرَفَةَ كَيْفَ كُنْتُمْ تَصْنَعُونَ فِي هَذَا الْيَوْمِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كَانَ يُهِلُّ الْمُهِلُّ مِنَّا فَلَا يُنْكَرُ عَلَيْهِ وَيُكَبِّرُ الْمُكَبِّرُ مِنَّا فَلَا يُنْكَرُ عَلَيْهِ
Dari Muhammad bin Abu Bakr Ats Tsaqafi bahwa ia pernah bertanya kepada Anas bin Malik, yakni di waktu pagi saat keduanya berada berangkat dari Mina ke Arafah, "Apa yang dulu kalian lakukan di hari ini bersama Rasulullah ﷺ?" Anas menjawab, "Dari rombongan kami ada yang membaca tahlil dan ia tidak diingkari, kemudian ada pula yang membaca takbir, dan ia pun tidak diingkari (oleh Rasulullah ﷺ)."[5]
Bukan hanya dilakukan di masjid atau di rumah, namun berdzikir ini bisa dilakukan di mana dan kapan saja. Bahkan para Sahabat Nabi sengaja melakukannya di tempat-tempat keramaian seperti pasar.
Syaikh utsaimin rahimahullah dalam ceramahnya menukil perkataan Al Bukhari, beliau berkata:
وكان ابن عمر، وأبو هريرة يخرجان إلى السوق في أيام العشر، فيكبران ويكبر الناس بتكبيرهما
“Ibnu Umar dan Abu Hurairah senantiasa keluar ke pasar-pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Mereka bertakbir, dan orang-orang pun ikut bertakbir karena mendengar takbir dari mereka berdua.[6]
5.2 Puasa
Tidak syak lagi kalau berpuasa termasuk amal shalih yang sangat disukai oleh Allah. Di samping anjuran melakukan puasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, maka disukai juga untuk memperbanyak puasa di hari-hari sebelumnya (dari tanggal 1 sampai dengan 8 Dzulhijjah) berdasarkan keumuman nash-nash hadits tentang keutamaan berpuasa.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي الصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا
"Puasa itu benteng, maka (orang yang melaksanakannya) janganlah berbuat kotor (rafats) dan jangan pula berbuat bodoh. Apabila ada orang yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya maka katakanlah aku sedang puasa (ia mengulang ucapannya dua kali).
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah daripada wangi minyak kasturi, karena dia meninggalkan makanannya, minuman dan nafsu syahwatnya karena Aku. Puasa itu untuk Aku dan Aku sendiri yang akan membalasnya dan setiap satu kebaikan dibalas dengan sepuiluh kebaikan yang serupa".” [7]
Puasa yang shahih adalah tanggal 9 dzulhijjah
Puasa pada hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) adalah hukumnya sunat sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di bawah ini.
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ اَحْتَسِبُ عَلَى اللّهِ اَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِيْ قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِيْ بَعْدَهُ، وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ اَحتَسِبُ عَلَى اللّهِ اَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِيْ قَبْلَهُ
“ … Dan puasa pada hari Arafah –aku mengharap dari Allah- menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan datang. Dan puasa pada hari ‘Asyura’ (tanggal 10 Muharram) –aku mengharap dari Allah menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu”. [8]
Puasa Bidáh adalah tgl 8 dzulhijjah (tarwiah)
haditsnya yang lafadznya sebagai berikut.
صَوْمُ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ كَفَّارَةُ سَنَةٍ، وَصَوْمُ يَوْمِ عَرفَةَ كَفَّارَةُ سَنَتَيْنِ
“Puasa pada hari tarwiyah menghapuskan (dosa) satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun”.
Diriwayatkan oleh Imam Dailami di kitabnya Musnad Firdaus (2/248) dari jalan :
1. Abu Syaikh dari :
2. Ali bin Ali Al-Himyari dari :
3. Kalbiy dari :
4. Abi Shaalih dari :
5. Ibnu Abbas marfu’ (yaitu sanadnya sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Hadits ini derajatnya maudlu’.
Sanad hadits ini mempunyai dua penyakit.
Pertama : Kalbiy (no. 3) yang namanya : Muhammad bin Saaib Al-Kalbiy. Dia ini seorang rawi pendusta. Dia pernah mengatakan kepada Sufyan Ats-Tsauri, “Apa-apa hadits yang engkau dengar dariku dari jalan Abi Shaalih dari Ibnu Abbas, maka hadits ini dusta” (Sedangkan hadits di atas Kalbiy meriwayatkan dari jalan Abi Shaalih dari Ibnu Abbas).
Imam Hakim berkata : “Ia meriwayatkan dari Abi Shaalih hadits-hadits yang maudlu’ (palsu)” Tentang Kalbiy ini dapatlah dibaca lebih lanjut di kitab-kitab Jarh Wat Ta’dil.
1. At-Taqrib 2/163 oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar
2. Adl-Dlu’afaa 2/253, 254, 255, 256 oleh Imam Ibnu Hibban
3. Adl-Dlu’afaa wal Matruukin no. 467 oleh Imam Daruquthni
4. Al-Jarh Wat Ta’dil 7/721 oleh Imam Ibnu Abi Hatim
5. Tahdzibut Tahdzib 9/5178 oleh Al-Hafizd Ibnu Hajar
Kedua : Ali bin Ali Al-Himyari (no. 2) adalah seorang rawi yang majhul (tidak dikenal).
5.3 Qurban
5.3.1 Diantara dalil dari Alqur’an tentang syariat Qurban
Dalil Qurban
Kurban adalah ibadah yang disyari’atkan setahun sekali dan dilaksanakan di bulan Dzulhijjah. Dan waktu sembelihnya adalah sesudah shalat iedul adha
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فصل لربك وانحر
“Maka shalatlah kamu untuk Tuhanmu dan berkurbanlah!” (Qs. Al Kautsar: 2)
Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا وَنَسَكَ نُسُكَنَا فَقَدْ أَصَابَ النُّسُكَ وَمَنْ نَسَكَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّهُ قَبْلَ الصَّلَاةِ وَلَا نُسُكَ لَهُ
“Barangsiapa yang shalat seperti kita shalat, dan berkurban seperti kita berkurban, maka sungguh dia telah mengerjakan kurban dengan benar. Dan barangsiapa yang menyembelih kurbannya sebelum shalat ‘Idul Adh-ha, maka kurbannya tidak sah.” [9]
Ini menunjukkan bahwa ibadah kurban itu merupakan kekhususan dan syi’ar yang hanya terdapat di dalam bulan Dzulhijjah.
syariat Qurban juga didalam surat al hajj : 34-37
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۗ فَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ فَلَهٗٓ اَسْلِمُوْاۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِيْنَ ۙ
34. Bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang dianugerahkan-Nya kepada mereka. Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa. Maka, berserahdirilah kepada-Nya. Sampaikanlah (Nabi Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang rendah hati lagi taat (kepada Allah).
الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَالصّٰبِرِيْنَ عَلٰى مَآ اَصَابَهُمْ وَالْمُقِيْمِى الصَّلٰوةِۙ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ
35. (Yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah, hati mereka bergetar, sabar atas apa yang menimpa mereka, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.
وَالْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَكُمْ مِّنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَاۤفَّۚ فَاِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّۗ كَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
36. Unta-unta itu Kami jadikan untukmu sebagai bagian dari syiar agama Allah. Bagimu terdapat kebaikan padanya. Maka, sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya, sedangkan unta itu) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Lalu, apabila telah rebah (mati), makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah Kami telah menundukkannya (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur.
لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ
37. Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin.
5.3.2 Apa yang dilakukan di awal untuk yang niat qurban
Peng-qurban Tidak memotong kuku dan mencukur rambut dimulai dari 1 dzulhijjah
إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
Nabi ﷺ bersabda, "Jika telah tiba sepuluh (Zulhijah) dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, maka janganlah mencukur rambut atau memotong kuku sedikitpun."[10]
Ada khilah ulama tentang hal ini, tentang larangan mencukur rambut dan meotong kuku :
1. yang di maksud adalah hewan kurbannya
2. yang di maksud adalah orang yang berkurban
pendapat pertama
yang di maksud , tentang larangan mencukur rambut dan memotong kuku, adalah hewan kurbannya
dikatakan oleh Al Mula Ali Al Qari:
وأغرب ابن الملك حيث قال : أي : فلا يمس من شعر ما يضحي به ، وبشره أي ظفره وأراد به الظلف ، ثم قال : ذهب قوم إلى ظاهر الحديث ، فمنعوا من أخذ الشعر والظفر ما لم يذبح ، وكان مالك والشافعي يريان ذلك على الاستحباب ، ورخص فيه أبو حنيفة – رحمه الله – والأصحاب اهـ . وفي عبارته أنواع من الاستغراب
“Ibnul Malak (ulama Hanafi, wafat 801H) memiliki pendapat gharib (nyeleneh) ketika ia berkata: “tidak boleh memotong rambut hewan yang akan disembelih tersebut, demikian juga kulitnya dan kukunya”. Maka Ibnul Malak memahami yang dilarang adalah hewannya. Ia juga mengatakan: “sebagian ulama mengambil zhahir hadits ini, mereka melarang memotong rambut dan kuku hewan yang belum disembelih. Imam Malik dan Asy Syafi’i berpendapat bahwa perkara ini (tidak memotong rambut dan kuku) hukumnya mustahab, sedangkan Abu Hanifah dan murid-muridnya membolehkan”. Dalam pernyataan Ibnul Malak ini terdapat unsur gharib (nyeleneh)” (Mirqatul Mafatih, syarah hadits no. 1459).
Juga berdalil dengan hadits:
مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
“Tidak ada amalan yang dilakukan seseorang pada hari raya kurban yang lebih dicintai oleh Allah ﷻ selain daripada mengalirkan darah (hewan kurban). Sebab, hewan kurban tersebut akan datang pada hari Kiamat kelak dengan sepasang tanduknya, serta kuku-kukunya, dan bulu-bulunya (secara utuh). Dan sungguh, sembelihan kurban yang ia alirkan, telah Allah ridai dan terima sebelum tetesan darahnya jatuh ke tanah. Oleh karna itu, wujudkanlah ketulusan hati kalian dalam berkurban.”[11]
Hadits ini dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Al Bukhari (Al ‘Ilal Al Kabir, 244), Al Mundziri (At Targhib wat Tarhib, 2/159), Ibnul Arabi (Aridhatul Ahwadzi, 4/3), dan juga Al Albani (Dha’if Ibnu Majah, 613).
Demikian juga hadits:
الأُضحيةُ لصاحبِها بكلِّ شعرةٍ حسنةٌ
“Hewan qurban, akan memberikan kebaikan sebanyak helai rambutnya bagi pemiliknya” [12]
Dalam As Silsilah Adh Dha’ifah (1050), Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini maudhu’ (palsu)[13]
pendapat kedua
Sebagian orang memahami bahwa dhamir ه pada kata شَعْرِهِ dan أظْفارِهِ kembali pada ذِبْحٌ (hewan qurban). Sehingga kata mereka, yang dilarang potong rambut dan kuku adalah hewan qurban. Ini pemahaman yang keliru.
Pemahaman yang benar terhadap hadits adalah dengan melihat jalan yang lain dan lafadz yang lain. Dalam lafadz yang lain, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
"Jika telah tiba sepuluh (Zulhijah) dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, maka janganlah mencukur rambut atau memotong kuku sedikitpun."[14]
Dalam hadits ini sama sekali tidak disebutkan kata ذِبْحٌ (hewan qurban) atau semisalnya. Maka jelas maksudnya yang dilarang memotong kuku dan rambut adalah orang yang berniat untuk berqurban.
Dan demikianlah yang dipahami oleh para salaf dan para ulama terdahulu. Bahwa yang dilarang memotong kuku dan rambut adalah orangnya bukan hewannya. Al Imam An Nawawi mengatakan:
وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِيمَنْ دَخَلَتْ عَلَيْهِ عَشْر ذِي الْحِجَّة وَأَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ فَقَالَ سَعِيد بْن الْمُسَيِّب وَرَبِيعَة وَأَحْمَد وَإِسْحَاق وَدَاوُد وَبَعْض أَصْحَاب الشَّافِعِيّ : إِنَّهُ يَحْرُم عَلَيْهِ أَخْذ شَيْء مِنْ شَعْره وَأَظْفَاره حَتَّى يُضَحِّي فِي وَقْت الْأُضْحِيَّة , وَقَالَ الشَّافِعِيّ وَأَصْحَابه : هُوَ مَكْرُوه كَرَاهَة تَنْزِيه وَلَيْسَ بِحَرَامٍ
“Ulama khilaf tentang orang yang berniat untuk berkurban ketika sudah masuk bulan Dzulhijjah. Pendapat Sa’id bin Musayyab, Daud, dan sebagian ulama Syafi’iyyah bahwa hukumnya haram memotong rambut atau kukunya sedikitpun sampai waktu dia menyembelih sembelihannya. Adapun Asy Syafi’i dan murid-muridnya berpendapat hukumnya makruh tanzih, tidak sampai haram” (Syarah Shahih Muslim).
5.3.3 Kriteria Hewan Qurban
Hewan yang tidak boleh di jadikan Qurban
عُبَيْدَ بْنَ فَيْرُوزَ قَالَ قُلْتُ لِلْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ حَدِّثْنِي بِمَا كَرِهَ أَوْ نَهَى عَنْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْأَضَاحِيِّ فَقَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَكَذَا بِيَدِهِ وَيَدِي أَقْصَرُ مِنْ يَدِهِ أَرْبَعٌ
لَا تُجْزِئُ فِي الْأَضَاحِيِّ الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرَةُ الَّتِي لَا تُنْقِي
قَالَ فَإِنِّي أَكْرَهُ أَنْ يَكُونَ نَقْصٌ فِي الْأُذُنِ قَالَ فَمَا كَرِهْتَ مِنْهُ فَدَعْهُ وَلَا تُحَرِّمْهُ عَلَى أَحَدٍ
saya mendengar 'Ubaid bin Fairuz berkata, "Saya berkata kepada Al Barra` bin 'Azib, "Bacakanlah kepadaku hadits tentang apa yang dibenci atau dilarang oleh Rasulullah ﷺ dari hewan kurban!" Al Barra` menjawab, "Rasulullah ﷺ bersabda seperti ini -sambil memperagakan dengan tangannya, dan tanganku lebih pendek dari tangan beliau- beliau katakan, "Empat jenis yang tidak bisa dijadikan hewan kurban; hewan yang matanya buta sebelah dan kebutaannya itu nampak jelas, hewan yang jelas-jelas sakit, yang jelas-jelas pincangnya dan yang patah sumsumnya." Al Barra` berkata, "Aku sungguh membenci hewan yang cacat pada telinganya." Dia berkata, "Apa yang kamu benci tinggalkanlah dan janganlah kamu mengharamkannya kepada siapa pun juga."[15]
Jadi cacat pada telinga masih boleh di gunakan untuk qurban.
Memang ada dalil yang melarang berkurban dengan hewan yang tanduk dan telinganya terpotong :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يُضَحَّى بِأَعْضَبِ الْقَرْنِ وَالْأُذُنِ
Rasulullah ﷺ melarang berkurban dengan hewan yang tanduk dan telinganya terpotong (cacat)."[16]
Rawi bernama juray bin kulaib , ibnu madani berkata tentangnya adalah majhul
Sapi dan Unta untuk berapa orang ?
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَحَضَرَ الْأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي الْجَزُورِ عَنْ عَشَرَةٍ وَالْبَقَرَةِ عَنْ سَبْعَةٍ
dari Ikrimah dari Ibnu Abbas dia berkata, "Kami bersama Rasulullah ﷺ dalam suatu perjalanan, kemudian beliau mendatangi hewan kurban (menyembelih). Maka kami turut berkurban dengan seekor unta betina untuk sepuluh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang."[17]
Kambing untuk 1 keluarga
كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ حَتَّى تَبَاهَى النَّاسُ فَصَارَتْ كَمَا تَرَى
Atha bin Yasar berkata, "Aku pernah bertanya kepada Abu Ayyub Al Anshari, bagaimana kurban yang dilakukan pada masa Rasulullah ﷺ?", ia menjawab, "Seorang laki-laki menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya, mereka makan daging kurban tersebut dan memberikannya kepada orang lain. Hal itu tetap berlangsung hingga manusia berbangga-bangga, maka jadilah kurban itu seperti sekarang yang engkau saksikan (hanya untuk berbangga-bangga)."[18]
Hewan yang boleh dijadikan Qurban
Hewan yang di kurban adalah hewan ternak
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۗ فَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ فَلَهٗٓ اَسْلِمُوْاۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِيْنَ ۙ
Bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang dianugerahkan-Nya kepada mereka. Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa. Maka, berserahdirilah kepada-Nya. Sampaikanlah (Nabi Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang rendah hati lagi taat (kepada Allah).(Q.S Al hajj : 34)
Yaitu Sapi, Kerbau, Unta, Kambing, Domba
Usia
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ
“Rasulullah ﷺ bersabda: “Janganlah kalian menyembelih hewan kurban kecuali yang telah tumbuh dewasa. Jika kalian sulit mendapatkannya (dari jenis kambing), maka sembelihlah domba yang berumur 6 bulan.”[19]
Musinnah adalah gigi serinya sudah lepas
Musinnah unta = 5 tahun
Musinnah Sapi = 2 tahun
Musinnah Kambing 1 tahun
Adapun jadzaá adalah domba berumur 1 tahun, namun ada yg berkata 6 bulan,
Hewan yang tidak boleh menjadi udhiyah pada idul adha
لَا يُضَحَّى بِالْعَرْجَاءِ بَيِّنٌ ظَلَعُهَا وَلَا بِالْعَوْرَاءِ بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَلَا بِالْمَرِيضَةِ بَيِّنٌ مَرَضُهَا وَلَا بِالْعَجْفَاءِ الَّتِي لَا تُنْقِي
bersabda, "Tidak boleh berkurban dengan kambing pincang dan jelas kepincangannya, atau kambing yang buta sebelah dan jelas butanya, atau kambing yang sakit dan jelas sakitnya, atau kurus yang tidak bersumsum (berdaging)."[20]
5.3.4 waktu sembelihan
Waktu mulai sembelih adalah setelah shalat ied
Batas akhir sembelih adalah hari tasyrik ke 3, sebelum matahari terbenam
إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ مِنْ يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ فَمَنْ فَعَلَ هَذَا فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا وَمَنْ نَحَرَ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ يُقَدِّمُهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنْ النُّسُكِ فِي شَيْءٍ
"Sesungguhnya yang pertama kali kita lakukan pada hari ini adalah melaksanakan salat ('Iduladha) kemudian kembali pulang dan menyembelih binatang kurban, barang siapa melakukan hal ini, berarti dia telah bertindak sesuai dengan sunnah kita, barang siapa menyembelih binatang kurban sebelum (salat ied), maka sesembelihannya itu hanya berupa daging yang ia berikan kepada keluarganya, tidak ada hubungannya dengan ibadah kurban sedikitpun."[21]
5.3.5 Cara Sembelih Udhiyah
Menyebut nama Allah
فَكُلُوْا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللّٰهِ عَلَيْهِ اِنْ كُنْتُمْ بِاٰيٰتِهٖ مُؤْمِنِيْنَ وَمَا لَكُمْ اَلَّا تَأْكُلُوْا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللّٰهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ اِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ اِلَيْهِ ۗوَاِنَّ كَثِيْرًا لَّيُضِلُّوْنَ بِاَهْوَاۤىِٕهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗاِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِيْنَ وَذَرُوْا ظَاهِرَ الْاِثْمِ وَبَاطِنَهٗ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَكْسِبُوْنَ الْاِثْمَ سَيُجْزَوْنَ بِمَا كَانُوْا يَقْتَرِفُوْنَ وَلَا تَأْكُلُوْا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّٰهِ عَلَيْهِ وَاِنَّهٗ لَفِسْقٌۗ وَاِنَّ الشَّيٰطِيْنَ لَيُوْحُوْنَ اِلٰٓى اَوْلِيَاۤىِٕهِمْ لِيُجَادِلُوْكُمْ ۚوَاِنْ اَطَعْتُمُوْهُمْ اِنَّكُمْ لَمُشْرِكُوْنَ ࣖ
Makanlah sebagian apa (daging hewan halal) yang (ketika disembelih) disebut nama Allah jika kamu beriman pada ayat-ayat-Nya.258) Lihat catatan kaki surah Āli ‘Imrān/3: 28.
Sembelih Dengan cara paling baik.
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
"Dua perkara yang selalu kuingat dari Rasulullah ﷺ adalah sabda beliau, 'Sesungguhnya Allah ﷻ telah menetapkan untuk selalu bersikap baik terhadap segala sesuatu. Apabila engkau hendak membunuh (atas dasar hak), maka bunuhlah dengan cara yang baik, dan apabila engkau hendak menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Tajamkanlah pisaumu dan nyamankanlah hewan sembelihanmu.'"[22]
5.3.6 Kepada siapa pembagian daging hewan qurban
Dari ayat-ayat dan hadis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa orang yang menerima qurban adalah;
1) Shohibul qurban
عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا فِيكُمْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ
Dari 'Atha' bin Yasar, ia berkata: "Aku pernah bertanya kepada Abu Ayyub al-Anshari, 'Bagaimanakah dahulu kalian berkurban di masa Rasulullah ﷺ?' Jawabnya, 'Dahulu di masa Nabi ﷺ, seseorang berkurban dengan satu ekor kambing untuk dirinya dan keluarganya, lalu mereka memakan (sebagiannya) dan (sebagian lagi) mereka berikan kepada orang lain.[23]
2) Orang yang sengsara lagi faqir (QS.al-Hajj:28)
لِّيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْلُوْمٰتٍ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۚ فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْبَاۤىِٕسَ الْفَقِيْرَ ۖ
supaya menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan, atas rezeki yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka berupa binatang ternak. Makanlah sebagian darinya dan (sebagian lainnya) berilah makan orang yang sengsara lagi fakir. (QS.al-Hajj:28)
3) Orang yang yang tidak minta-minta (al-Qaani’) maupun yang minta-minta (al-Mu’tar)
وَالْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَكُمْ مِّنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَاۤفَّۚ فَاِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّۗ كَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Unta-unta itu Kami jadikan untukmu sebagai bagian dari syiar agama Allah. Bagimu terdapat kebaikan padanya. Maka, sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya, sedangkan unta itu) dalam keadaan berdiri504) (dan kaki-kaki telah terikat). Lalu, apabila telah rebah (mati), makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah Kami telah menundukkannya (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur. (QS.al-Hajj:36)
4) Orang-orang miskin (HR Muslim dari Ali)
طْعِمُ أَهْلَ بَيْتِهِ الثُّلُثَ، وَيُطْعِمُ فُقَرَاءَ جِيرَانِهِ الثُّلُثَ، وَيَتَصَدَّقُ عَلَى السُّؤَّالِ بِالثُّلُثِ
Artinya: Rasulullah memberikan (daging kurban) kepada kelaurganya sebanyak sepertiga, untuk para tetangganya yang fakir sebanyak sepertiga, dan untuk orang-orang yang meminta sebanyak sepertiga." (HR Abu Musa al-Ashfahani). Hasan
5) kepada orang kafir (status hewan kurban sama dengan sedekah atau hadiah)
Hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh shahibul qurban
Berdasar ayat-ayat al-Qur’an dan hadis-hadis di atas dapat dipahami bahwa
hal-hal yang boleh dilakukan shahibul qurban adalah;
1) Memakan daging qurbannya
2) Membagikan seluruh bagian dari hewan qurban, seperti daging , kulit dan asesoris hewan qurban (jilal)
3) Menyedekahkannya kepada fakir miskin
4) Memberikan kepada orang yang berkecukupan
5) Memanfaatkan kulit hewan qurban
Sedang yang tidak boleh dilakukan oleh shahibul qurban adalah;
1) Menjual bagian dari hewan qurban baik daging, kulit dan lainnya
2) Memberikan bagian dari hewan qurban sebagai upah penyembelihan, tetapi boleh diberi sebagai bagian dari penerima daging qurban
5.3.8 Hukum meminta bagian hewan qurban
· Bagi pemilik hewan qurban
عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا فِيكُمْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ
Dari 'Atha' bin Yasar, ia berkata: "Aku pernah bertanya kepada Abu Ayyub al-Anshari, 'Bagaimanakah dahulu kalian berkurban di masa Rasulullah ﷺ?' Jawabnya, 'Dahulu di masa Nabi ﷺ, seseorang berkurban dengan satu ekor kambing untuk dirinya dan keluarganya, lalu mereka memakan (sebagiannya) dan (sebagian lagi) mereka berikan kepada orang lain.[24]
· Bagi penjagal, Bagi panitia
Jika sebagai upah maka haram menjadikan daging, kulit sebagai upah bagi penjagal dan panitia
Upah tidak boleh menggunakan bagian dari hewan qurban.
وَيَحْرُمُ الْإِتْلَافُ وَالْبَيْعُ لِشَيْءٍ من أَجْزَاءِ أُضْحِيَّةِ التَّطَوُّعِ وَهَدْيِهِ وَإِعْطَاءُ الْجَزَّارِ أُجْرَةً مِنْهُ بَلْ هُوَ عَلَى الْمُضَحِّي وَالْمُهْدِي كَمُؤْنَةِ الْحَصَادِ
“Haram menghilangkan atau menjual sesuatu yang termasuk bagian dari hewan kurban sunah dan hadyu, dan haram pula memberi upah tukang jagalnya dengan sesuatu yang menjadi bagian hewan kurban tersebut. Tetapi biaya tukang jagal menjadi beban pihak yang berkurban dan yang ber-hadyu sebagaimana biaya memanen”. (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudl ath-Thalib, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1422 H/2000 M, juz, I, hlm. 545)
وَلِأَنَّهُ إنَّمَا أَخْرَجَ ذلك قُرْبَةً فَلَا يَجُوزُ أَنْ يَرْجِعَ إلَيْهِ إلَّا ما رُخِّصَ لَهُ فِيهِ وَهُوَ الْأَكْلُ وَخَرَجَ بِأَجْرِهِ إعْطَاؤُهُ منه لِفَقْرِهِ وَإِطْعَامُهُ مِنْهُ إنْ كان غَنِيًّا فَجَائِزَانِ
“Karena ia (orang yang berkurban) mengeluarkan kurbannya itu untuk mendekatkan diri kepada Allah (ibadah). Maka ia tidak boleh menarik kembali kurbannya kecuali apa yang telah diperbolehkan yaitu memakannya” (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudlath-Thalib, juz, I, hlm. 545)
· Bagi masyarakat
Masyarakat secara umum boleh meminta bagian hewan qurban
وَالْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَكُمْ مِّنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَاۤفَّۚ فَاِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّۗ كَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Unta-unta itu Kami jadikan untukmu sebagai bagian dari syiar agama Allah. Bagimu terdapat kebaikan padanya. Maka, sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya, sedangkan unta itu) dalam keadaan berdiri504) (dan kaki-kaki telah terikat). Lalu, apabila telah rebah (mati), makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah Kami telah menundukkannya (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur. (QS.al-Hajj:36)
5.4 Haji
5.4.1 Dalil Haji
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu109) mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam. ( Q.S Ali Imran 97 )
وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ
“ Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah (Qs. Al Baqarah: 196)
اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ
“Haji itu pada bulan-bulan yang tertentu.” (Qs. Al Baqarah: 197)
وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ ۙ
“Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 27).
DALIL DARI HADITS
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan.” [25]
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ فَإِنَّهُ قَدْ يَمْرَضُ الْمَرِيضُ وَتَضِلُّ الضَّالَّةُ وَتَعْرِضُ الْحَاجَةُ
Rasulullah ﷺ bersabda, "Barang siapa ingin menunaikan haji, maka hendaklah ia menyegerakannya, karena bisa jadi dia tertimpa sakit dan perbekalannya akan hilang dan muncul keperluan lainnya." [26]
تَعَجَّلُوا إِلَى الْحَجِّ – يَعْنِي : الْفَرِيضَةَ – فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِي مَا يَعْرِضُ لَهُ
“Bersegeralah kalian berhaji-yaitu haji yang wajib-karena salah seorang diantara kalian tidak tahu apa yang akan menimpanya” [27]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الله , عَزَّ وَجَلَّ , يَقُولُ : إِنَّ عَبْدًا أَصْحَحْتُ لَهُ جِسْمَهُ ، وَأَوْسَعْتُ عَلَيْهِ فِي الْمَعِيشَةِ تَمْضِي عَلَيْهِ خَمْسَةُ أَعْوَامٍ لاَ يَفِدُ إِلَيَّ لَمَحْرُومٌ.
“Sesungguhnya Allah Azaa wa jalla berfirman, “Sesungguhnya seorang hamba telah Aku sehatkan badannya, Aku luaskan rezekinya, tetapi berlalu dari lima tahun dan dia tidak menghandiri undangan-Ku (naik haji, karena yang berhaji disebut tamu Allah, pent), maka sungguh dia orang yang benar-benar terhalangi (dari kebaikan)” [28]
Keutamaan Haji :
A. Haji akan menghapuskan kesalahaan dan dosa-dosa
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari no. 1521).
B. Jika ibadah haji tidak bercampur dengan dosa (syirik dan maksiat), maka balasannya adalah surga
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
“Dan haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.” (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349). An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud, ‘tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga’, bahwasanya haji mabrur tidak cukup jika pelakunya dihapuskan sebagian kesalahannya. Bahkan ia memang pantas untuk masuk surga.” (Syarh Shahih Muslim, 9/119)
C. Haji akan menghilangkan kefakiran dan dosa.
Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِى الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
“Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (HR. An Nasai no. 2631, Tirmidzi no. 810, Ahmad 1/387. Kata Syaikh Al Albani hadits ini hasan shahih)
D. Meraih pahala besar dengan shalat di masjidil haram
Pahala Shalat di masjid nabawi
صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ مِنْ الْمَسَاجِدِ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
"Salat di masjidku lebih baik daripada seribu salat di masjid lainnya kecuali Masjid Al Haram." Sanad Nasa'i – 2848 / Sanad Muslim - 2469
Pahala Shalat di masjidil haram
صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ
Rasulullah ﷺ bersabda, "Salat di masjidku lebih utama seribu kali dari salat di masjid selainnya, kecuali Masjidilharam. Dan salat di Masjidilharam lebih utama seratus ribu kali dari salat di tempat selainnya." Sanad Ibnu Majah – 1396
Jika kita mau hitung :
Di masjid negeri kita
Shalat di masjid negeri kita = 1
1 hari x 5 shalat = 5
5 pahala x 365 = 1825 (ini pahala shalat dalam setahun di negeri kita)
1825 x 25 (jika pahala shalat sempurna 25 derajat) = 45625
45625 ini pahala sempurna kita dalam shalat di negeri kita
Di masjidil haram
Shalat di masjidil haram 100.000 pahala
Jika Shalat di negeri nya 1825 x 55 tahun = 100.375
Seseorang harus shalat slama 55 tahun di negerinya untuk mencapai pahala shalat di masjidl haram
Ini jika shalatnya hanya dapat 1 pahala karena banyak kekurangan dalam shalatnya, karena pahala shalat seseorang tergantung keadaan shalatnya
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْرُ صَلَاتِهِ تُسْعُهَا ثُمْنُهَا سُبْعُهَا سُدْسُهَا خُمْسُهَا رُبْعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا
Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya ada seseorang yang benar-benar mengerjakan salat, namun pahala salat yang tercatat baginya hanyalah sepersepuluh (dari) salatnya, sepersembilan, seperdelapan, sepetujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga, dan seperduanya saja." Sanad Abu Daud – 675 Hasan
---------------------------------------------------
pustaka :
[1] https://rumaysho.com/8621-bulan-dzulqadah-termasuk-bulan-haram.html
[2] Sunan Tirmidzi 688 Shahih, Sunan abu daud 2082 Shahih
[3] Shahih Muslim no. 5333
[4] Musnad Imam Ahmad 5879 Shahih
[5] Shahih Muslim no. 2254
[6] https://alathar.net/home/esound/index.php?op=tadevi&id=2854
[7] Shahih Bukhari no. 1761
[8] Sunan Abu Daud no. 2071, Shahih / Shahih Muslim no. 1976
[9] Shahih Bukhari no. 902
[10] Shahih Muslim no. 3653
[11] Sunan Ibnu Majah no. 3126, Dhaif
[12] Sunan Tirmidzi no. 1493, Dhaif
[13] Sumber: https://muslim.or.id/50710-yang-dilarang-potong-rambut-dan-kuku-adalah-hewan-qurban.html
[14] Shahih Muslim no. 3653
[15] Sunan Ibnu Majah no. 3135, Shahih
[16] Sunan Ibnu Majah no. 3136, Dhaif
[17] Sunan Ibnu Majah no. 3122, Shahih
[18] Sunan Tirmidzi no. 1425, Shahih
[19] Shahih Muslim no. 3631
[20] Sunan Tirmidzi no. 1417, Shahih
[21] Shahih Bukhari no. 5134
[22] Shahih Muslim no. 3615
[23] Sunan Ibnu Majah no. 3138, Shahih
[24] Sunan Ibnu Majah no. 3138, Shahih
[25] Shahih Bukhari no. 7 & Muslim no. 20
[26] Sunan Ibnu Majah no. 2874, Hasan & Musnad Ahmad no. 1737, Hasan
[27] Musnad Ahmad no. 2721
[28] HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah, no. 1662